Gunung Tidar dan Kisah Syekh Subakir Meruqyah Tanah Jawa dari Makhluk Gaib

 


Pada masa silam, konon Pulau Jawa masih merupakan hutan belantara angker yang dipenuhi makhluk halus dan jin-jin jahat. Karena itulah, diutus seorang ulama asal Persia bernama Syekh Subakir yang ahli dalam meruqyah, ekologi dan geofisika ke tanah Jawa.

Pada tahun 1404 Masehi, Syekh Subakir diutus secara khusus untuk menangani masalah-masalah gaib yang dinilai menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa. Dirinya diperintahkan menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus.

Berdasarkan Babad Tanah Jawa, setelah sampai ke Nusantara, Syekh Subakir yang menguasai ilmu gaib dan dapat menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama kegagalan para ulama pendahulu.

Para jin, dedemit, dan lelembut tersebut bisa mengubah wujud menjadi ombak besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya dan menjadi angin puting beliung yang mampu memporak porandakan apa saja yang berada di depannya.

Selain itu, jin kafir dan bangsa lelembut bisa berubah wujud menjadi hewan buas yang mencelakakan para ulama terdahulu. Karena itulah, Syekh Subakir yang dikenal sebagai ahli menumpas bangsa jin diutus ke tanah Jawa.

Kisah peperangan dengan dunia gaib yang dilakukan Syekh Subakir di Pulau Jawa, yaitu ketika dirinya berperang melawan Sabda Palon atau Kyai Semar yang dipercaya sebagai pengasuh tanah Jawa.

“Penghuni tanah Jawa pada saat itu adalah para dedemit, jin, dan setan. Eyang Ismoyo (Kyai Semar) diciptakan oleh Tuhan Sang Pencipta untuk momong tanah Jawa sampai 1100 tahun,” ujar Sumarlan juru kunci Gunung Tidar.

Dalam hal ini, Eyang Ismoyo menjadi raja para makhluk gaib tersebut, namun wujudnya bukanlah dedemit, jin, maupun setan. Ada indikasi kepercayaan masyarakat sekitar bahwa Kyai Semar merupakan nabi utusan Tuhan untuk menjaga tanah Jawa.

Pada pertarungan antara Syekh Subakir dengan Sabdo Palon tidak ada yang kalah dan menang karena keduanya sama-sama sakti. Hingga akhirnya muncul perjanjian damai antara keduanya.

Dalam perjanjian damai tersebut, Syekh Subakir yang bernama asli Aly bin Syek Baqir ini menjelaskan niatnya kepada Sabda Palon bahwa dia hendak menyebarkan Agama Islam. Niat ini pun akhirnya diterima baik oleh Sabdo Palon.

Syekh Subakir kemudian diajak Sabdo Palon ke padepokan agung miliknya di Alas Purwo.
Di sana terdapat dua sumur yang bau busuk. Syekh Subakir diminta untuk mengubah air sumur menjadi wangi.

Hal ini dilakukan agar dirinya bisa menetap di Pulau Jawa khususnya sekitar Gunung Tidar yang berada di Magelang. Bila Syekh Subakir berhasil, Sabdo Palon dan para dedemit tidak akan tinggal di Pulau Jawa melainkan di Pantai Selatan.

“Kemudian Syekh Subakir nyabdo atau mengubah air sumur tersebut. Air di satu sumur bisa menjadi wangi, sedangkan di sumur satunya tidak bisa menjadi wangi,” ujar Sumarlan.

Nyabdo sama halnya dengan sababiyah ataupun ruqyah. Hal pertama yang dilakukan Syekh Subakir adalah menerima tantangan tersebut, kemudian dia membacakan doa-doa yang diambilnya dari Alquran agar mengubah air tersebut menjadi harum.

Pembacaan doa-doa dengan ayat Alquran, as sunnah, serta dzikir menyebut nama Allah dalam Islam disebut Ruqyah. Tujuannya adalah untuk menetralkan suatu hal, baik itu barang, tempat, bahkan manusia agar terlepas dari gangguan makhluk gaib.

Ruqyah yang dilakukan Syekh Subakir lebih menonjolkan doa-doa untuk benda-benda mati atau tidak bernyawa. Dalam mengubah air sumur, Syekh Subakir hanya mampu membuat satu sumur menjadi harum, sedangkan yang satunya tetap berbau busuk.

Menurut Fikha Nada Nailihaq dalam Kearifan Lokal Bertajuk Religi dalam Mite Gunung Tidar, satu sumur yang berbau harum menandakan kehidupan manusia, sementara sumur yang berbau busuk menandakan kehidupan jin dan setan.

“Hal tersebut menandakan bahwa antara kehidupan manusia dan jin yang lebih tinggi adalah manusia,” jelasnya.

Sama halnya dengan yang dilakukan pada dua sumur itu, ketika Syekh Subakir sampai di Gunung Tidar dia juga melakukan hal yang sama. Ketika itu, Pulau Jawa dikisahkan masih belum stabil layaknya perahu di lautan yang masih goyah karena gelombang.

Karena itu, Syekh Subakir datang bertujuan untuk menentramkan bumi tanah Jawa. Dengan bantuan tombak pusaka yang bernama Kyai Sepanjang bersama doa-doa, dirinya melakukan ruqyah di Gunung Tidar.

Kemudian para dedemit takluk dan saat itulah baru manusia bisa hidup di tanah Jawa. Karena konon, sebelum ditumbal atau di ruqyah oleh Syekh Subakir manusia tidak mampu hidup di tanah Jawa karena ganasnya para demit pada saat itu.

Dedemit yang pada saat itu ganas, namun saat Syekh Subakir menggunakan doa-doa lafal Alquran untuk meruqyah, akhirnya hangus dan sebagian dari mereka menyingkir dari Gunung Tidar.

Setelah melakukan sabdo di alas Purwo, Syekh Subakir memang memilih Gunung Tidar sebagai tempat berdakwah. Alasannya karena tempat ini berada persis di tengah-tengah Pulau Jawa.

Gunung Tidar pun dipercaya oleh masyarakat sebagai titik tengah Pulau Jawa. Tempat ini memang istimewa karena berada di tengah Kota Magelang dan sangat jarang terdapat gunung atau bukit yang berada di tengah kota.

Di tempat ini terdapat beberapa simbol yang ada hubungannya dengan unsur religiusitas dan kebangsaan. Simbol ini seperti, bangunan makam, tugu pusaran tanah Jawa, paku tanah Jawa, dan tugu tiang bendera Akmil.

Di atas Gunung Tidar terdapat tiga makam yang menjadi budaya serta banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai kota. Ketiga makam tersebut yaitu makam Syekh Subakir, Kyai Sepanjang, dan Kyai Semar.

Pada makam Syekh Subakir tidak ada yang istimewa dari segi bangunan dan perlakuannya. Hanya saja peziarah bila ingin memasuki halaman makam harus melepas alas kaki sebelum pintu gerbang sebagai bentuk sopan santun.

Bangunan makam Syekh Subakir berbentuk bundar atau lingkaran. Bangunan tersebut mempunyai makna bahwa lingkaran itu seperti kehidupan manusia yang mengikat dan membina masyarakat agar senantiasa rajin dan taat beribadah.

Selanjutnya makam Kyai Sepanjang atau tombak milik Syekh Subakir yang dianggap sebagai pakuning tanah Jawi atau pakunya tanah Jawa. Paku hanyalah sebuah simbol, sebenarnya Kyai Sepanjang berbentuk tombak pusaka yang digunakan untuk meruqyah tanah Jawa.

Sedangkan makam Kyai Semar terletak di ujung puncak Gunung TIdar atau bisa disebut berada paling tinggi di antara situs-situs yang lainnya. Bangunan makam Kyai Semar berbeda dengan yang lain karena berbentuk tertutup,

Bangunannya seperti tumpeng berwarna kuning yang dikelilingi oleh pagar berbentuk kotak. Sehingga bentuk bangunan makam Kyai Semar yaitu kerucut, mengerucut ke atas. Bangunan ini berarti bahwa Kyai Semar merupakan simbol masyarakat Jawa.

Di tempat ini juga dibangun Tugu Akmil untuk menandakan terdapat sebuah Akademi Militer yang di lembah Gunung Tidar. Tugu tersebut dijadikan simbol yang menandakan kebesaran dan kemegahan Akmil yang ditandai dengan tugu yang besar dan tinggi.

“Para taruna Akmil di ajak mendaki Gunung Tidar supaya mengenal sejarah, tradisi serta kebudayaan yang ada,” ucap Fikha.

Tidak ada komentar untuk "Gunung Tidar dan Kisah Syekh Subakir Meruqyah Tanah Jawa dari Makhluk Gaib"